Misdinar Vianney

Minggu, 23 Oktober 2011

Kasih Untuk Ujang

(disarankan membaca kisah ini sambil mendengarkan lagu -seperti yang Kau ingini-)
seperti yang kau ingini

kalau saja sore itu aku ngga ikut acara yang diadakan OMK wilayah di gerejaku ke Cibodas, mungkin aku ga akan kenal dia. mengenalnya merupakan salah satu anugerah buat aku. aku belajar banyak hal dari dia, belajar tentang HIDUP ! meski usianya baru 8 tahun..

aku sangat senang ikut serta dalam acara ini, meski disisi lain ada yang membuatku tidak senang. tapi paling engga dengan adanya Ujang (nama bocah kecil itu) aku bisa sejenak melupakan ketidaksenanganku itu..

awalnya karna bete, cape, kesel harus jalan jauh, akhirnya aku memutuskan untuk berjalan pelan-pelan dibelakang.
sewaktu sedang berjalan, tanpa sengaja aku melihat bocah kecil yang kumuh sedang menawarkan jasa kesalah seorang pengunjung di Cibodas.

"Hei, ngapain sih ngikutin aja? saya kan udah bilang kalau saya ga perlu dibantuin !!" bentak salah seorang pengunjung yang kesal melihat aksinya

dia hanya menatap pemilik suara tersebut lalu berjalan menjauh. dia hanya sendiri. hati kecilku bertanya, "kemana orang tua anak ini?"

dengan jalan agak cepat, dan sengaja berjalan melewati bocah itu dengan tujuan supaya bocah itu beralih kepadaku dan menawarkan jasanya..

dan benar. setelah melihatku berjalan melewatinya dengan menenteng sepasang sendal ditangan, dia lalu berjalan, dengan langkah yang semangat sambil bernyanyi dan tiba-tiba berhenti didepanku. aku spontan menghentikan langkah kakiku. dia tersenyum manis

"mba kenapa ? capek ya? mba mau saya bantuin bawa barangnya ga?"

astaga! ramahnya bocah ini. tapi ya itu memang sudah menjadi keharusannya untuk ramah kepada setiap pengunjung.

"mba !!" sapanya membuyarkan lamunanku..

aku tersenyum kepadanya

"mba namanya siapa? " tanyanya dengan senyuman manis yang menimbulkan lesung pipi di ujung kedua sisi bibirnya

"saya Marheni Widyaningrum, km bisa panggil saya...."

"Mar?" potongnya cepay

aku hanya menganggukan kepalaku

"mba mar mau ga saya bantuin bawa barangnya? mba ga cape emang?"

"cape sih, tapi ini kan cuma sendal"

"gapapa mba, sini saya bawain. mba mar mau bayar saya 1000 aja gapapa kok. saya belum dapet uang seharian ini."

Tuhan...
betapa mirisnya hati ini, mendengar pengakuan dari seorang bocah kecil yang manis ini. seharian naik turun dicibodas, dan kalau dirasakan perjalanan untuk naiknya itu bisa dibilang ga main-main. melelahkan !! dia yg seharian ini turun naik belum mendapatkan uang sepeserpun !!
akhirnya aku menerima penawaran dari bocah ini dengan menyuruhnya membawa sendalku. ;)

"kamu tinggal dimana?"

"diatas sana, dekat air terjun mba, bagus deh. nanti kalau mba naik saya tunjukin rumah saya. mau kan?" ajaknya

"oke deh, tapi nanti kalau udah dirumah kamu, kamu kasih aku makanan ya. hehe"

"okelah kalau begitu, kalau cuma tape saya bisa kasih" ucapnya sambil tertawa

aku berjalan berdampingan dengannya

"menarilah dan terus tertawa, walau dunia tak seindah surga.."
suaranya yang merdu beralun menghiasi sore hari.

berhubung sebagian temanku tidak naik keatas, jadi aku pun juga terpaksa tidak ikut naik keatas..
sambil duduk dibawah pohon dan makan kacang yang aku bawa dari rumah, aku memakannya bersama dengan ujang dan temannya

"mba, saya tinggal disana sama nenek" ucapnya tanpa malu

entah kenapa aku menangis

"mba, ini foto nenek saya, kalau saya cari uang pasti ditemenin sama foto nenek"

aku mengambil foto yang dipegang ujang. disana terlihat seorang nenek tua sedang berdiri didepan gubuk kecil yg terbuat dari sisa seng bekas dan kayu tua yg membentuk seperti kotak besar.

"ini foto dimana?"

"itu rumah saya mba"

astaga ! nenek tua yang harusnya menikmati masa tuanya harus ada ditempat seperti itu?

tidak lama kemudian aku dipanggil oleh teman-teman karna masih ada kegiatan lain yang harus dilaksanakan karna hari sudah semakin sore.
sebelum beranjak pergi aku memberikan semua kacangku lalu mengambil uang kertas dari dompetku dan memberikannya.
tapi seketika aku terkejut karna ujang tidak mau menerima uang yang aku berikan.

"ga usah mba, kacangnya udah cukup kok"

aku memegang tangannya. diusianya yang masih kecil dia sudah harus merasakan kerasnya hidup ini, karena sudah terbiasa dengan yg dialaminya makanya dia ga merasa menderita. dia menikmati apa yang harus dijalaninya. dia bernyanyi, dia menari dan dia tersenyum
entah kenapa aku senang bisa bertemu dan berbagi kasih dengan ujang. yang pasti membuat aku bahagia adalah bisa melihat senyumannya. aku suka dengan kepolosannya

Doa Santo Tarsisius

Santo Tarsisius
engkau telah menunjukkan kepada kami,
bahwa kami harus rela
mengorbankan segala-galanya bagi Tuhan.
Engkau malah sampai wafat
karena cinta kepada Ekaristi Kudus.
Tolonglah kami
untuk menjadi putera – puteri altar yang baik,
yang tidak pernah terlambat,
sungguh – sungguh berdoa,
serta mencintai Tuhan dengan sepenuh hati
Amien.

Maaf bila aku mengeluh

Hari ini, di sebuah angkutan umum, aku melihat seorang remaja cantik dengan rambut sedikit ikal. Aku iri melihatnya. Dia tampak begitu ceria, dan aku sangat ingin memiliki gairah hidup yang sama. Tiba-tiba dia terhuyung-huyung berjalan. Dia mempunyai satu kaki saja, dan memakai tongkat kayu. Namun ketika dia lewat …. ia tersenyum. Ya Tuhan, maafkan aku bila aku mengeluh. Aku punya dua kaki. Dunia ini milikku.
Aku berhenti untuk membeli sedikit kue. Anak laki-laki penjualnya begitu mempesona. Aku berbicara padanya. Dia tampak begitu gembira. Seandainya aku terlambat, tidaklah apa-apa. Ketika aku pergi, dia berkata, ‘Terima kasih. Engkau sudah begitu baik. Menyenangkan berbicara dengan orang sepertimu. Lihatlah, aku buta.’ Ya Tuhan, maafkan aku bila aku mengeluh. Aku punya dua mata. Dunia ini milikku.
Lalu, sementara berjalan. Aku melihat seorang anak mirip bule dengan bola mata biru. Dia berdiri dan melihat teman-temannya bermain sepak bola. Dia tidak tahu apa yang bisa dilakukannya. Aku berhenti sejenak, lalu berkata, ‘Mengapa engkau tidak bermain dengan yang lain, Nak ?’ Dia memandang ke depan tanpa bersuara, lalu aku tahu dia tidak bisa mendengar. Ya Tuhan, maafkan aku bila aku mengeluh. Aku punya dua telinga. Dunia ini milikku.
Dengan dua kaki untuk membawaku ke mana aku mau. Dengan dua mata untuk memandang mentari dan bukit-bukit. Dengan dua telinga untuk mendengar desir angin dan segala bunyi.
Ya Tuhan, maafkan aku bila aku mengeluh.

Kamis, 19 Mei 2011

Kisah Santo Tarsisius Pelindung Putra - Putri Altar

Di Roma, sekitar tahun 250, agama kristiani dilarang di sana, bahkan Kaisar Valerianus memerintah polisi Roma untuk mencari orang-orang yang percaya kepada Kristus untuk ditangkap, disiksa dan dibunuh. Meski banyak orang kristiani banyak yang terbunuh, tetapi banyak murid-murid Kristus yang tetap setia tidak mau mempersembahkan korban kepada para berhala Romawi. Dalam situasi semacam itu, orang-orang kristiani hanya berani berkumpul pada malam hari di “katakomba”, yaitu teras kuburan bawah tanah membentuk gang yang panjang dari beberapa kuburan dalam satu gua. Di sana pulalah orang-orang kristiani biasa melakukan Ekaristi atau Misa.
Pada waktu itu, ada seorang pemuda kristiani yang setiap pagi, sebelum fajar menyingsing dengan riang gembira menuju ke tempat tersebut dengan berjalan kaki melintasi lorong-lorang kota Roma untuk melayani imam merayakan Ekaristi. Suatu pagi seperti biasa, Tarsisius ke sana untuk melayani imam merayakan Ekaristi. Hari itu Paus sendiri yang mempersembahkan Ekaristi, namun orang yang hadir hanya sedikit, sebab beberapa hari yang lalu, banyak orang kristiani yang ditangkap. Beberapa orang terpaksa menyelamatkan diri ke luar kota.
Orang yang hadir pada saat itu adalah orang yang selamat dari pencarian dan pengeledahan polisi Roma saat itu. Selesai Misa, Tarsisius tidak segera pulang, ia membantu mengatur alat-alat Misa. Tarsisius mendengar Paus mengeluh: “Kemarin seorang petugas penjara datang ke mari dengan diam-diam. Ia mengatakan, bahwa saudara-saudara kita yang dipenjarakan ingin sekali menyambut Tubuh Kristus sebelum mereka dibunuh. Tetapi banyak imam sudah ditangkap. Saya sendiri tidak bisa ke sana, sebab saya sudah dikenal. Mana bisa kami mengabulkan permohonan mereka?”
Tarsisius langsung menghampiri Paus, katanya: “Kenapa Bapa Suci tidak mengutus saya? Saya tidak akan dicurigai.” Paus langsung menjawab: “Jangan nak, kamu masih terlalu muda. Tugas itu terlalu berbahaya untukmu!” Tarsisius tetap bertekat untuk membantu, katanya: “Tetapi setiap pagi saya datang ke mari, Santo Bapa, saya satu-satunya pelayan Misa yang selalu datang. Saya tidak takut. Apalagi hari masih pagi, jalan juga masih sepi.” Melihat semangat itu, Paus akhirnya menyetujui, kata: “Baiklah, kamu boleh coba, tetapi hati-hatilah!”
Paus berlutut dengan hormat ke depan altar, mengambil beberapa Hosti Suci dan dimasukan dalam sebuah kota kecil yang terbuat dari emas. Kota kecil itu dikalungkan dengan tali di leher Tarsisius yang berlutut di hadapan Paus. Tarsisius segera menutupinya dengan “toga”, yaitu semacam mantol, yang dipakainya.
Tarsisius segera berangkat. Ia memagangi kotak emas itu erat-erat di bawah toga supaya jangan hilang. Hatinya berdebar-debar. Ia merasa bahagia atas kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh Paus sendiri. Dalam hati ia berdoa kepada Yesus, yang sedang di bawanya untuk menghibur para tawanana.
Tapi tanpa disangka-sangka, hari itu beberapa teman Tarsisius telah bangun pagi dan berjalan-jalan. Seorang temannya melihat Tarsisius terburu-buru menghampirinya dan bertanya: “Hai, Tarsisius pagi-pagi begini kamu mau pergi kemana? Kok terburu-buru?” Tarsisius tidak menjawab. Seorang teman Tarsisius yang menyusul bahunya dan bertanya: “Kamu kok tidak seperti biasa, ada apa? Apa yang kamu bawa di bawah toga itu?” Seorang teman malah mencoba menari toga Tarsisius. Toga Tarsisius tersingkap, dan kota emas Hosti Suci terlihat. Temannya yang mengenali benda itu, berkata: “Lihat, sepertinya ia membawa sesuatu dari orang kristiani kepada itu!” Teman-teman Tarsisius mulai berteriak serentak: “Serahkan barang itu, Ayo cepat! Berikan pada kami atau kami ajar!” Tarsisius tidak berkata sepatah katapun, ia juga tidak menyerahkan kotaknya. Kotak itu justru dipertahankan sekuat tenaganya. Ia tidak ingin menyerahkan Tubuh Tuhannya keapda teman-temannya yang tidak beriman itu.
Karena keteguhan hati Tarsisius, teman-temannya menjadi jengkel dan mulai memukul, menendang bahkan melempari Tarsisius dengan batu. Tapi tetap saja kotak itu tidak dilepaskan oleh Tarsisius. Seorang teman Tarsisius sangat jengkel, akhirnya mengayunkan pentung dan memukul kepala Tarsisius. Tarsisius terpelanting jatuh mengucurkan darah. Tepat saat itu suara keras menegur mereka: “Apa yang kalian perebutkan!” diikuti munculnya seorang polisi menghampiri mereka. Teman-teman Tarsisius ketakutan, mereka melarikan diri meninggalkan Tarsisius yang tergeletak bersimbah darah.
Polisi itu menghampiri Tarsisius. Ketika Tarsisius mengenali wajah itu tersenyum. Polisi itu seorang kristiani. Dengan sisa tenaganya Tarsisius menyerahkan Sakramen Mahakudus kepada Polisi itu. Si Polisi mengangguk mengerti. Tanpa mengatakan apapun, polisi itu menerima kotak berisi Sakramen Mahakudus tersebut dan mengalungkan dilehernya sendiri. Si Polisi lalu mengangkat Tarsisius dengan hati-hati dan membawanya ke sebuah rumah orang kristiani terdekat dan meninggalkannya di sana. Setelah itu, si Polisi segera pergi ke penjara dan menerimakan Komuni Suci secara diam-diam kepada para tawanan.
Tidak lama kemudian, Tarsisius meninggal. Luka-luka yang dideritanya terlalu parah. Ia dimakamkan di katakomba Kalikstus, di jalan Apia, dekat makam para Paus. Tarsisius adalah seorang putera altar, yang pada zaman itu dinamakan secara resmi: seorang akolit. Ia seorang putera altar yang menghorbankan hidupnya demi Ekaristi kudus. Karena teladan perjuangannya itu, ia dipilih sebagai pelindung para putera altar. Martir suci yang diperingati setiap tahun pada tanggal 15 Agustus

Senin, 16 Mei 2011

Pengurus Blog Misdinar Vianney

Ini Dia yg ngurusin Blog Misdinar Vianney
Andhe



Antho



Rolas

Sabda Bahagia Versi Iblis

sdr/sdri sekalian selamat malam salam kapiran....
saya membagi sabda ini untuk anda semua

SABDA BAHAGIA VERSI IBLIS

Berbahagialah orang yang lelah capai akibat kesibukan mereka sehari-hari sehingga tidak punya waktu untuk berdoa dan bersatu dengan Tuhan, karena merekalah anak-anakku yang mengerti kerinduan hatiku yang terdalam.

Berbahagialah orang yang selalu mengharapkan pujian, karena mereka mudah aku peralat dan tunggangi melalui kesia-siaan pujian.

Berbahagialah orang yang memelihara hati yang sensitif, yang dengan sedikit `sentilan' saja tersinggung, karena mereka akan kurang bersemangat dalam bekerja dan akan segera menghilang dalam pelayanan; mereka inilah fans setiaku.

Berbahagialah orang yang suka menimbulkan masalah, karena mereka akan membangkitkan pertikaian dan memporak-porandakan damai.

Berbahagialah orang yang selalu mengeluh, karena mereka membuatku bergirang bahwa benih sungut-sungut yang aku tabur tumbuh subur di hati dan lidah mereka.

Berbahagialah orang yang egois, suka mementingkan diri sendiri dan tidak peduli pada orang lain, karena mereka akan menyerakkan benih-benih cinta kasih.

Berbahagialah orang yang suka menggosip, karena mereka akan menimbulkan perpecahan dan pertengkaran, dan ini sungguh sangat menyenangkan hatiku.

Berbahagialah orang yang mengaku mengasihi Tuhan tetapi membenci saudara-saudaranya, karena mereka akan hidup bersamaku selamanya dalam kekekalan masa.

Berbahagialah orang yang membalas kebaikan dengan kejahatan, penganiayaan
dan kebencian, karena mereka akan mendapat upah yang sama denganku dalam kegelapan.

Berbahagialah orang yang membaca tulisan ini dan merasa isinya pas untuk orang lain dan bukan untuk dirinya sendiri, karena ia sudah berada dalam genggamanku.

Camkan dalam hati dan lakukanlah tiap hati...
jika sukses yakinlah iblis beserta Sdr/sdri sekalian

Minggu, 15 Mei 2011

Susunan Pengurus Misdinar Paroki Cilangkap

Ketua                : Yosua Nasib Marisi
Wakil                : Aloysius Prima Dimas
Sekretaris         : Margaretha Umishella 
                           Fransisca Felicia
Bendahara        : Fransiska Yuli Astri Andini
                           Fernando Wijaya
Sie Diklat          : Agnes Darmayani 
                           Melania Deffie Shyntia
                           Fransiskus Hadi Wijaya Suwita
Sie Humas        : Yanu Arianto 
                           Bernandus Dikar P
                           Yashinta Marheni W
Sie Liturgi         : Monica Dwiyanti 
                           Bernadeta Tinambunan 
                           Bella Anastasya Marbun
Sie Non Liturgi : Pascalia Yosephine
                           Fernandes Wijaya 
                           Angela Dewi.C 
                           Fransiska Theresia

    Berdirinya Gereja St.Yohannes Maria Vianney

    Ziarah singkat Paroki Cilangkap
    Embrio Umat basis Paroki Santo Yohanes Maria Vianney Cilangkap berawal dari 2 gugusan komunitas basis Paroki Santo Robertus Bellarminus Cilitan dari satu sisi dan gugusan umat basis Paroki Santo Aloysius gonzaga Cijantung di sisi lain. Komunitas basis umat pinggiran Paroki Santo Robertus Bellarminus Cililitan berada di wilayah Ceger, Bambu Apus, Cipayung serta Cilangkap. Sedangkan, komunikas basis rencana pemekaran paroki St. Aloysius Gonzaga Cijantung berada di wilayah kelurahan Cipayung, Ciracas, Kelapa Dua Wetan, Munjul, Pekayon, Pondok Ranggon, Cibubur dan Setu.
    Kristalisasi kedua hasrat ini mewujudkan embrio paroki baru yang akhirnya oleh Bapak Uskup Agung Jakarta ditetapkan menjadi Paroki ke 53 di wilayah KAJ dengan nama pelindung St. Yohanes Maria Vianney. Berikut adalah tapak sejahar dan penziarahan mereka dalam kerinduannya untuk bersekutu dalam perayaan Ekaristi dan mengikrarkan berdirinya sebuah paroki baru yaitu paroki ” perjuangan ” Santo Yohanes Maria Vianney Cilangkap.

    Umat Pinggiran Bersatu
    Kecil indah. Begitu pula bila yang kecil-kecil itu bersatu maka jadilah konglomerasi yang kuat dan semakin indah. Bermula dari impian kecil-kecil itulah umat Paroki Cilangkap menjadi besar seperti perkembangannya saat ini. Sebuah Paroki baru dengan kekuatan umat basisnya yang berjumlah lebih dari 4000 umat dengan kekuatan pelayanan kawula mudanya yang bisa diandalkan, kini dan apalagi di masa depan. Dan inilah mula perjalanan gereja kami Santo Yohanes Maria Vianney Cilangkap.

    Dari Gereja Wisata TMII
    Sebelum memisahkan diri dari induknya Paroki Robertus Bellarminus Cililitan, umat pinggiran Wilayah X Paroki St. Robertus Bellarminus Cililitan itu selalu bersekutu dalam perayaan Ekaristi di gereja TMII secara rutin. Pada bulan Juli 1996, umat begitu rindu untuk melakukan perjiarahan sendiri. Bertepatan dengan penyerahan penggembalaan Gereja Wisata TMII dari Paroki Robertus Bellarminus Cililitan Kepada Paroki Kalvari, Pondok Gede, umat pinggiran Paroki Cililitran itu mewujudkan kerinduannya mengadakan swapelayanan Ekaristi Suci sendiri dengan menempati sebuah ruangan sekolah TK milik seorang umat di Ceger. Pastor Suryo suryatmo SJ dari Paroki Cililitan bertugas sebagai imam dan gembala embrio umat basis stasi/paroki baru ini.

    Ke Gereja TK Mekar Wangi
    Kristalisasi keinginan umat pinggiran Paroki Robertus Bellarminus Cililitan itu terwujud dengan hadirnya seorang Imam Gembala Pastor Vianney sudarma, O Carm.dari Paroki Maria Bunda Karmel, Tomang. Perayaan Ekaristi suci pun mulai bisa diadakan secara rutin tiap minggu diruang kelas TK Mekar Wangi Ceger, yang berlokasi hanya 500 m diluar gereja wisata TMII.
    Puncak kebahagiaan itu sangat dirasakan tatkala embrio stasi baru ini bisa mengadakan Misa Natal bersama di tahun 1997 dan perayaan Paskah meriah di tahun 1998. Kebahagiaan di satu sisi bagi umat katolik di wilayah ini, namun bagi umat non Kristen sekitarnya , kegiatan ini membuat keterkejutan tersendiri. Heran menyaksikan banyaknya umat Katolik yang hadir dalam perayaan Misa Malam Natal 1997 dan perayaan Paskah 1998.
    Keadaan ini pula tentunya yang mengakibatkan masyarakat setempat menolak kehadiran umat katolik yang menggunakan sekolah sebagai tempat ibadah. Pernyataan keberatanpun muncul yang ditandatangani oleh kurang lebih 350 warga masyarakat setempat. Inilah awal kebahagiaan yang menghasilkan salib kerepotan tersendiri. Gangguan masyarakat sekeliling selama berlangsungnya Misa, sering membuat peribadatan menjadi kukang Khidmat, aman dan damai.
    Untuk menghindari hal-hal yang tidak dikehendaki, pemuka umat mencari jalan keluar dengan memanfaatkan tawaran rumah kediaman Bapak Antonius Sutrisno di Jln. Bambu Apus Raya No. 8 sebagai tempat Misa, yang kemudian digunakan secara selang-seling dengan ruang sekolah TK MekarWangi, untuk mengurangi frekuensi penggunaan ruang kelas TK.

    Ke Gereja SD Nusa Melati
    Akhirnya, lantaran diprotes masyarakat sekitar Kelurahan Ceger, umat katolik embrio Paroki Cilangkap ini harus meneruskan ziarahnya, menggembara dari satu tempat ke tempat lain untuk bisa mengadakan perayaan Ekaristi Suci setiap minggu pagi.
    Kali ini kegiatan misa berziarah dari TK Mekar Wangi ke SD Nusa Melati- sebuah Yayasan sekolah Katolik yang di miliki oleh Bapak Y.P Soehardi- umat katolik yang berdomisili di kelurahan Cilangkap. Misa ditempat ini berjalan kurang lebih satu bulan, meski demikian masyarakat sekeliling juga mulai curiga dan menduga -duga kegiatan apa yang dilakukannya. Tantangan utama ke gereja ini adalah kesulitan menghimpun umat, meningat lokasi sekolah jauh dan sulit di jangkau umat melalui transportasi umum. Sedangkan, keputusan rencana pemekaran umat Paroki Cijantung pun sudah dikeluarkan. Disatu sisi gereja menyambut gembira menyatunya umat dari kedua gugusan Paroki ini, namun disisi lain gereja sungguh kesulitan berjuang mencari tempat perziarahan untuk menyatukan umat dalam perayaan Ekaristi.

    Ke Gereja SD Budi Murni
    Dalam setiap kesulitan, Tuhan senantiasa datang menopang dan mencarikan jalan keluar bagi mereka yang rindu untuk memujiNya. Itulah yang terjadi dengan kesulitan tempat beribadah umat embrio paroki baru ini. Dalam penggembalaan itulah, Tuhan memberkati dan menolong umatNya melalui budi baik pemilik Yayasan Pendidikan Budi Murni dikawasan Cipayung. Melalui pelayanan Bapak KRHT Sinambella, umat yang menggembara itu boleh menggunakan ruang-ruang kelas SD Budi Murni sebagai tempat untuk mengadakan misa suci.
    Diruang kelas inilah paroki baru Santo Yohanes Maria Vianney Cilangkap berdiri secara resmi. Bapa Uskup Agung Jakarta Yulius Kardinal Darmaatmadja SJ. Berkenan meresmikan berdirinya Paroki baru ke – 53 diwilayah penggembalaan KAJ

    “Melting Pot”- Periuk Kebersamaan Dalam Penderitaan
    Menyatukan kedua gugusan umat Paroki dalam satu paroki baru bukanlah pekerjaan yang mudah. Apalagi masing-masing memeliki keperbedaan dan kebanggaan primordial sendiri, yang tak mudah hancur dan lebur dalam satu wadah komonitas baru. Dalam kesukaan, kadang orang sulit bersatu. Namun tidaklah begitu bila menderita dalam upaya menggereja. Kesatuan dan Persatuan menghadapi penderitaan bak keajaiban muncul ditengah upaya perjuangan gereja baru paroki Cilangkap di SD Budi Murni. Itulah yang terjadi dengan kedua umat basis yang bineka dalam latar belakang dan kebanggaan primordial itu. Ruang Seklah SD Budi Murni adalah “Melting Pot” -Periuk kebersamaan dalam menggereja umat yang berasal dari kedua gugusan paroki itu.

    sejarah misdinar

    Sejarah MISDINAR

    Di Roma, sekitar tahun 250, agama kristiani dilarang di sana, bahkan Kaisar Valerianus memerintah polisi Roma untuk mencari orang-orang yang percaya kepada Kristus untuk ditangkap, disiksa dan dibunuh. Meski banyak orang kristiani banyak yang terbunuh, tetapi banyak murid-murid Kristus yang tetap setia tidak mau mempersembahkan korban kepada para berhala Romawi. Dalam situasi semacam itu, orang-orang kristiani hanya berani berkumpul pada malam hari di “katakomba”, yaitu teras kuburan bawah tanah membentuk gang yang panjang dari beberapa kuburan dalam satu gua. Di sana pulalah orang-orang kristiani biasa melakukan Ekaristi atau Misa.
    Pada waktu itu, ada seorang pemuda kristiani yang setiap pagi, sebelum fajar menyingsing dengan riang gembira menuju ke tempat tersebut dengan berjalan kaki melintasi lorong-lorang kota Roma untuk melayani imam merayakan Ekaristi. Suatu pagi seperti biasa, Tarsisius ke sana untuk melayani imam merayakan Ekaristi. Hari itu Paus sendiri yang mempersembahkan Ekaristi, namun orang yang hadir hanya sedikit, sebab beberapa hari yang lalu, banyak orang kristiani yang ditangkap. Beberapa orang terpaksa menyelamatkan diri ke luar kota.
    Orang yang hadir pada saat itu adalah orang yang selamat dari pencarian dan pengeledahan polisi Roma saat itu. Selesai Misa, Tarsisius tidak segera pulang, ia membantu mengatur alat-alat Misa. Tarsisius mendengar Paus mengeluh: “Kemarin seorang petugas penjara datang ke mari dengan diam-diam. Ia mengatakan, bahwa saudara-saudara kita yang dipenjarakan ingin sekali menyambut Tubuh Kristus sebelum mereka dibunuh. Tetapi banyak imam sudah ditangkap. Saya sendiri tidak bisa ke sana, sebab saya sudah dikenal. Mana bisa kami mengabulkan permohonan mereka?”
    Tarsisius langsung menghampiri Paus, katanya: “Kenapa Bapa Suci tidak mengutus saya? Saya tidak akan dicurigai.” Paus langsung menjawab: “Jangan nak, kamu masih terlalu muda. Tugas itu terlalu berbahaya untukmu!” Tarsisius tetap bertekat untuk membantu, katanya: “Tetapi setiap pagi saya datang ke mari, Santo Bapa, saya satu-satunya pelayan Misa yang selalu datang. Saya tidak takut. Apalagi hari masih pagi, jalan juga masih sepi.” Melihat semangat itu, Paus akhirnya menyetujui, kata: “Baiklah, kamu boleh coba, tetapi hati-hatilah!”
    Paus berlutut dengan hormat ke depan altar, mengambil beberapa Hosti Suci dan dimasukan dalam sebuah kota kecil yang terbuat dari emas. Kota kecil itu dikalungkan dengan tali di leher Tarsisius yang berlutut di hadapan Paus. Tarsisius segera menutupinya dengan “toga”, yaitu semacam mantol, yang dipakainya.
    Tarsisius segera berangkat. Ia memagangi kotak emas itu erat-erat di bawah toga supaya jangan hilang. Hatinya berdebar-debar. Ia merasa bahagia atas kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh Paus sendiri. Dalam hati ia berdoa kepada Yesus, yang sedang di bawanya untuk menghibur para tawanana.
    Tapi tanpa disangka-sangka, hari itu beberapa teman Tarsisius telah bangun pagi dan berjalan-jalan. Seorang temannya melihat Tarsisius terburu-buru menghampirinya dan bertanya: “Hai, Tarsisius pagi-pagi begini kamu mau pergi kemana? Kok terburu-buru?” Tarsisius tidak menjawab. Seorang teman Tarsisius yang menyusul bahunya dan bertanya: “Kamu kok tidak seperti biasa, ada apa? Apa yang kamu bawa di bawah toga itu?” Seorang teman malah mencoba menari toga Tarsisius. Toga Tarsisius tersingkap, dan kota emas Hosti Suci terlihat. Temannya yang mengenali benda itu, berkata: “Lihat, sepertinya ia membawa sesuatu dari orang kristiani kepada itu!” Teman-teman Tarsisius mulai berteriak serentak: “Serahkan barang itu, Ayo cepat! Berikan pada kami atau kami ajar!” Tarsisius tidak berkata sepatah katapun, ia juga tidak menyerahkan kotaknya. Kotak itu justru dipertahankan sekuat tenaganya. Ia tidak ingin menyerahkan Tubuh Tuhannya keapda teman-temannya yang tidak beriman itu.
    Karena keteguhan hati Tarsisius, teman-temannya menjadi jengkel dan mulai memukul, menendang bahkan melempari Tarsisius dengan batu. Tapi tetap saja kotak itu tidak dilepaskan oleh Tarsisius. Seorang teman Tarsisius sangat jengkel, akhirnya mengayunkan pentung dan memukul kepala Tarsisius. Tarsisius terpelanting jatuh mengucurkan darah. Tepat saat itu suara keras menegur mereka: “Apa yang kalian perebutkan!” diikuti munculnya seorang polisi menghampiri mereka. Teman-teman Tarsisius ketakutan, mereka melarikan diri meninggalkan Tarsisius yang tergeletak bersimbah darah.
    Polisi itu menghampiri Tarsisius. Ketika Tarsisius mengenali wajah itu tersenyum. Polisi itu seorang kristiani. Dengan sisa tenaganya Tarsisius menyerahkan Sakramen Mahakudus kepada Polisi itu. Si Polisi mengangguk mengerti. Tanpa mengatakan apapun, polisi itu menerima kotak berisi Sakramen Mahakudus tersebut dan mengalungkan dilehernya sendiri. Si Polisi lalu mengangkat Tarsisius dengan hati-hati dan membawanya ke sebuah rumah orang kristiani terdekat dan meninggalkannya di sana. Setelah itu, si Polisi segera pergi ke penjara dan menerimakan Komuni Suci secara diam-diam kepada para tawanan.
    Tidak lama kemudian, Tarsisius meninggal. Luka-luka yang dideritanya terlalu parah. Ia dimakamkan di katakomba Kalikstus, di jalan Apia, dekat makam para Paus. Tarsisius adalah seorang putera altar, yang pada zaman itu dinamakan secara resmi: seorang akolit. Ia seorang putera altar yang menghorbankan hidupnya demi Ekaristi kudus. Karena teladan perjuangannya itu, ia dipilih sebagai pelindung para putera altar. Martir suci yang diperingati setiap tahun pada tanggal 15 Agustus